Empat Pilar Kegagalan dalam 1996 Everest Disaster

02.11 Posted In Edit This 0 Comments »
Mencoba untuk membuat ulasan tentang tragedi 10 mei di everest ini cukup sulit. Saya pribadi harus beberapa kali membuat hipotesis2 yang saling berhubungan dengan sudut pandang pribadi. Tetapi paling tidak saya merasa bahwa paling sedikit ada empat permasalahan dasar dalam tragedi 10 mei 1996 itu yang kemudian menjadi terkenal karena memang terpublikasi secara luas.

Empat permasalahan dasar tersebut adalah :
1. Leadership Structure (Organisasi Kepemimpinan & Team)
2. Communication (Radio Komunikasi)
3. Financial Concern (RAB & Manajemen Budget)
4. External Pressure (Faktor subjektif)


Kita semua tahu bahwa mendaki gunung adalah aktivitas yang beresiko. Apalagi untuk mendaki Everest (8850m). Meski everest bukanlah gunung tersulit untuk didaki, tetap saja butuh perhitungan dan pola2 manajerial team yang baik. Para leader dari dua event organizer Adventure Consultans (Rob Hall) dan Mountain Madness (Scott Fischer) memiliki anggapan bahwa everest bisa didaki dengan syarat2 yang mereka sudah tetapkan dan jika klien bisa memenuhinya.

Tetapi kenyataan berkata lain, tragedi pun terjadi dan merenggut lima orang dari kedua team (Hall & Fischer) pada malam hari 10 mei 1996. Tiga dari lima orang korban tewas dalam tragedi itu adalah petinggi2 team ekspedisi. Mereka adalah Fischer (Leader), Hall (Leader) dan Andy Harris (Guide nya Rob Hall). Bagaimana bisa dua EO ekspedisi ternama Everest bisa kehilangan petinggi2nya? Apa yang salah?

1. Leadership Structure
Pembuatan keputusan dalam mendaki gunung seringkali sangat beresiko terhadap kemungkinan hidup matinya anggota team ekspedisi terutama klien. Sebuah langkah penting dalam proses pembuatan keputusan ini adalah mempertimbangkan resiko dalam setiap kemungkinan keputusan yang diambil, dan disitulah fungsi leader team.

Saya kira Hall dan Fischer mengabaikan untuk mempertimbangkan konsekwensi atas keputusan yang mereka buat. Kedua team mereka sangat terlambat untuk mencapai puncak everest pada 10 mei 1996 itu. Biasanya seorang pendaki akan membatalkan pedakiannya jika setelah jam 3 siang belum bisa mencapai puncak. Tetapi seluruh team pendaki dari teamnya Hall dan Fischer tetap melakukan pendakian meski waktu telah lewat dari jam 3 siang.

Fischer sendiri tidak dapat mencapai puncak meski waktu sudah jam 15:40 WE (WE adalah waktu everest karangan saya aja). Begitu pula Doug Hansen (Kliennya Hall) tidak juga mencapai puncak setelah jam 16:00 WE.

Kebanyakan anggota team ekspedisi everest 96 itu tidak saling mengenal sebelumnya pada beberapa minggu sebelum ekspedisi dilaksanakan. Sehingga tidak ada sama sekali rasa persaudaraan (solidaritas) yan kuat yang menjadi kunci utama dalam situasi ekstrem (terjebak badai) seperti saat itu.

Misalnya ketika Jhon Krakauer tidak mencoba untuk menolong Andy Harris (ketika terserang Hypoxia) maupun Beck Weathers (Blinded) saat itu. Itu terjadi karena Jhon tidak mengenal kedua orang (Harris & Weathers) lebih akrab sebelumnya. Jika saja Jhon mengenal mereka pastilah ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya (meski saya pribadi sedikit skeptis jika Jhon mau melakukannya meskipun mengenal baik mereka). Saya pikir ini jelas adalah kesalahan leader (Fischer & Hall) yang mengangap enteng (tidak penting) hubungan antarpersonal dalam team sebelum melakukan ekspedisi. Dan tidak memasukannya kedalam struktur organisasi pada ekspedisi komersialnya.

Jadi struktur organisasi yang dibangun oleh kedua leader tersebut saya rasa sebagai penyebab utama mereka gagal kembali ke Camp IV di ketinggian 7900 meter. Selain itu leader yang menyewa beberapa guide (boukreev,groom,harris) tidak mengkondisikan agar hubungan antara guide dan klien dalam kondisi akrab. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab klien menjadi rentan kecelakaan ketika guide tidak memiliki otoritas untuk mengambil keputusan (baru bisa setelah leader nya tewas).

Andy Harris yang menjadi guide Rob Hall terserang hypoxia ketika system oksigennya tersumbat karena es. Dan itu menyebabkan Harris gagal untuk mengantarkan klien nya. Dan gagal pula ketika diminta bantuannya untuk menolong Hall dan Hansen ketika mereka terjebak di Hillary Step. Dan akhirnya ia pun gagal juga mempertahankan hidupnya.

Boukreev sebagai guide Fischer yang pada saat cuaca masih bersahabat, tidak bisa menyuruh klien untuk segera kembali ke Camp IV (membatalkan ke puncak) karena memang dia tidak memiliki otoritas untuk itu. Tetapi itu bertolak belakang ketika boukreev menjadi leader team Kopasus 1997 Indonesia Everest Expedition, dia terlihat dominan dan matang dalam kalkulasi setiap strateginya sejak dari training centre, aklimatisasi dan ekspedisi. Peran Bashkirov dan Vinogradsky pun diciptakan oleh Boukreev agar menyatu dan akrab dengan team Indonesia sehingga di titik kritis (Camp IV Summit) masing2 pihak bisa bekerjasama dengan baik saat itu.

2. Radio Communication & 3. Financial Concern
Team Mountain Madness yang dikelola Fischer jelas2 melakukan kesalahan fatal dengan miskin nya radio komunikasi dalam ekspedisi sehingga berdampak sangat fatal kepada kepemimpinannya dalam ekspedisi.

Dalam pendakian gunung jarak antara team dengan logistik dan backup team biasanya terpisah ratusan meter. Dan komunikasi radio jelas sebuah hal yang vital dalam mengorganisasi pergerakan, logistik dan hal2 darurat. Dan faktanya boukreev pun kesulitan komunikasi saat kondisi darurat disana. Di dalam team Mountain Madness, hanya Fischer dan Sirdar (Lopsang Jangbu Sherpa) yang memiliki radio komunikasi saat summit attack.

Contoh kongkritnya ketika Dale Kruse mengalami sakit ketinggian saat menuju Camp II, Fischer tidak bisa meminta bantuan boukreev yang saat itu sedang mendaki jauh didepannya. Mengapa? Karena Boukreev tidak memiliki Radio Komunikasi saat itu. Dan konsekwensinya Fischer harus mengantarkan Kruse kembali ke Basecamp lalu mengejar lagi team yang berada di Camp II hanya karena tidak adanya komunikasi dengan Boukreev. Dan hal inilah yang saya yakini sebagai awal dari ambruknya fisik Fischer.

Komunikasi antara team pendaki dan Basecamp pada pendakian 10 mei tersebut saya rasa juga tidaklah standar. Lalulintas berita (pesan) pun terlalu beresiko misalnya ketika Penanggungjawab Basecamp (Inggrid Hunt) ingin berkomunikasi kepada team di Camp IV, dia menyuruh Ngima Kale Sherpa untuk mengirim pesan ke Gyalzen Sherpa di Camp II lalu diteruskan ke Pemba Sherpa dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris kemabali oleh Pemba dan barulah sampai pesan itu kepada Fischer. Sistem komunikasi (radio) dan penggunaan bahasa yang tidak terintegrasi inilah juga yang membuat kompleksitas masalah diatas sana terakumulasi dan puncaknya ketika tragedi 10 mei malam. Inipun menjadi kesalahan Fischer dalam struktur kepemimpinan dalam sebuah ekspedisi.

Dan miskinnya radio komunikasi di team Mountain Madness ini pun saya rasa karena faktor keuangan juga sebelumnya. Sehingga faktor ketiga masalah budget pun menjadi satu paket dengan faktor2 penyebab kegagalan Fischer dalam ekspedisi ini.

David Breashears, Ed Visteurs dan Robert Schauer (IMAX Documentary Team) yang bertemu rombongan Mountain Madness di perjalanan (beberapa hari sebelumnya) sudah pula mengingatkan bahwa cuaca di puncak saat ini tidaklah aman untuk didaki. Saya yakin rekan2 pasti tahu siapa ketiga orang yang saya sebut diatas. Pendaki2 penuh pengalaman sekelas Breashears pun saat itu memperhitungkan probability untuk sampai dipuncak tidaklah tinggi karena cuaca yang tidak stabil.

4. External Pressure
Ini adalah masalah klasik yang dimanapun kerap terjadi dan sangat vital dalam menentukan hasil suatu ekspedisi. Objektivitas dan logika ilmiah kadang harus dikubur dalam2 ketika subjektif think mulai mengemuka.

Ulasan logis Breashears (IMAX Leader) dan misgiving boukreev berkaitan dengan masalah cuaca yang terjadi dalam diskusi (Fischer & Hall) di Camp IV menjadi salah satu faktor yang menyumbang terjadinya tragedi ini.

Fischer tidak mengikuti saran dari Breashears dan Boukreev agar mempertimbangkan kembali pendakian ke puncak. Justru dia (Fischer) malah setuju dengan apa yang Rob Hall ucapkan. Terkesan bahwa Fischer seakan menjadi boneka Hall dalam keputusan2 yang sangat vital (ternyata tidak hanya di Indonesia pola pikir ngikut senior terjadi). Saya kira bukanlah karena Fischer adalah seorang amatir, tetapi lebih karena faktor bisnis yang menjadi tolak ukur keputusan Hall terasa berat untuk ditolak.

Rob Hall memang seorang leader dengan reputasi yang baik, sedangkan Fischer merupakan orang baru dalam membuat (mem-package) sebuah EO pendakian. Karena Fischer seorang Amerika, maka terkesan menuruti semua yang Hall katakan. Bisa dipahami dari sisi bisnis bahwa mayoritas klien2 pendaki gunung 8000an adalah dari Amerika Serikat, sehingga dari sisi bisnis Fischer akan banyak diuntungkan dikemudian hari jika tetap berhubungan baik dengan Hall (oportunis kah?).

Dan yang paling jelas dari sisi External Pressure atau kepentingan lain adalah bahwa Jhon Krakauer dan Sandy Hill Pitman adalah dua orang jurnalis Amerika yang jika Fischer bisa ikut bergabung bersama mereka di puncak maka jelas kompensasi publisitas sudah menanti di depan mata. Itulah sebabnya faktor2 objektif terkesan menjadi tidak prioritas lagi ketika mereka memutuskan untuk summit pada pagi 10 mei itu. (Jenggot/NGS-IND)

0 komentar: